Apakah Ubisoft Bangkrut Karena Terlalu Banyak Rilis Gagal?
Dalam beberapa tahun terakhir, nama besar Ubisoft mulai kehilangan kilauannya. Dulu dikenal sebagai salah satu raksasa industri game, kini Ubisoft justru menjadi sorotan karena berbagai rilis game yang gagal memenuhi ekspektasi pasar. Banyak yang mulai bertanya, "Apakah Ubisoft bangkrut karena terlalu banyak rilis gagal?" Mari kita kupas lebih dalam.
1. Rilis Game yang Tidak Sesuai Ekspektasi
Ubisoft dikenal sebagai developer di balik game legendaris seperti Assassin’s Creed, Far Cry, dan Watch Dogs. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah rilis mereka justru menuai kritik pedas dari komunitas gamer.
Contohnya:
"Ghost Recon Breakpoint" gagal secara komersial dan banyak dikritik karena gameplay monoton.
"Roller Champions" tidak pernah benar-benar lepas landas meski digadang-gadang sebagai game kompetitif yang fresh.
Beberapa proyek seperti "Skull & Bones" bahkan terus mengalami penundaan, membuat gamer kehilangan minat.
2. Krisis Identitas dalam Pengembangan Game
Ubisoft terlihat mencoba mengikuti tren tanpa arah yang jelas. Mereka memasukkan elemen live-service, microtransaction, dan open world repetitif dalam hampir semua game mereka. Akibatnya, game terasa mirip satu sama lain dan kehilangan ciri khas yang dulu membuat Ubisoft dicintai.
Ketika perusahaan mencoba menjadi segalanya untuk semua orang, mereka justru gagal menyenangkan siapa pun.
3. Dampak Langsung ke Kondisi Finansial
Beberapa laporan menyebutkan bahwa Ubisoft mengalami penurunan pendapatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Saham perusahaan merosot, dan kabarnya mereka telah:
Membatalkan beberapa proyek game
Melakukan PHK massal
Menutup beberapa studio kecil
Ini adalah tanda-tanda klasik perusahaan yang sedang mengalami tekanan finansial serius.
4. Komunitas Gamer Kehilangan Kepercayaan
Bukan cuma soal uang. Citra merek Ubisoft di mata gamer sudah menurun drastis. Banyak pemain merasa dikecewakan oleh janji-janji palsu, kualitas game yang terburu-buru, dan minimnya inovasi.
Kepercayaan yang hilang jauh lebih sulit diperbaiki dibandingkan kerugian finansial.
5. Apakah Ini Akhir dari Ubisoft?
Meski belum benar-benar dinyatakan bangkrut, Ubisoft saat ini sedang berada di titik kritis. Jika mereka tidak segera melakukan perubahan besar dalam strategi pengembangan game dan kembali mendengarkan suara komunitas, maka kebangkrutan bukanlah hal yang mustahil.
Beberapa analis bahkan menyebut Ubisoft berpotensi menjadi target akuisisi oleh perusahaan teknologi besar seperti Microsoft atau Amazon.

Kebijakan Buruk Ubisoft yang Mempercepat Kebangkrutannya
Ubisoft, salah satu nama besar dalam industri game, kini berada di ujung tanduk. Banyak yang bertanya-tanya: apa yang salah? Bagaimana perusahaan sebesar ini bisa terjebak dalam krisis finansial? Jawabannya tak bisa dilepaskan dari serangkaian kebijakan buruk yang diambil dalam beberapa tahun terakhir.
1. Terlalu Fokus pada Game Live Service
Salah satu kebijakan yang banyak menuai kritik adalah obsesi Ubisoft terhadap game berformat live service. Sejak kesuksesan awal Rainbow Six Siege, Ubisoft mencoba mengulang formula itu ke berbagai franchise lain — tapi hasilnya sering mengecewakan. Game seperti Hyperscape dan XDefiant justru gagal menarik pemain dan ditinggalkan begitu saja.
Alih-alih memperkuat narasi dan kualitas single-player seperti di era Assassin's Creed lama, Ubisoft malah mengejar tren sementara. Ini membuat banyak penggemar lama kecewa dan kehilangan kepercayaan.
2. Terlalu Sering Merilis Game Setengah Matang
Dalam beberapa tahun terakhir, Ubisoft dikenal sebagai studio yang sering terburu-buru dalam merilis game. Watch Dogs: Legion, Assassin's Creed: Unity, dan beberapa judul lain dirilis dalam kondisi penuh bug. Meskipun mereka akhirnya memperbaiki lewat patch, kerusakan reputasi sudah terjadi.
Banyak gamer akhirnya memilih untuk menunggu atau tidak membeli sama sekali. Kepercayaan yang hilang ini berdampak langsung pada penjualan.
3. Tidak Mendengarkan Komunitas
Salah satu kesalahan fatal Ubisoft adalah mengabaikan suara komunitas. Saat para pemain meminta fitur tertentu, peningkatan kualitas, atau perubahan arah, Ubisoft justru sibuk mendorong NFT (melalui Quartz) dan monetisasi yang dianggap "rakus".
Keputusan untuk tetap maju dengan kebijakan yang tidak populer membuat komunitas makin menjauh. Ketika gamer tidak merasa didengar, loyalitas pun hilang.
4. Krisis Internal dan Kepemimpinan yang Dipertanyakan
Tak bisa dipungkiri, masalah internal juga menjadi penyebab merosotnya Ubisoft. Dari laporan tentang lingkungan kerja yang toksik, hingga keputusan manajemen yang tidak transparan, semuanya menumpuk dan menurunkan performa perusahaan secara keseluruhan.
Banyak karyawan berbakat hengkang, dan ini tentu berpengaruh besar terhadap kualitas game yang diproduksi.
5. Kurangnya Inovasi dan Terlalu Banyak Franchise yang Diperah
Ubisoft dikenal dengan banyak franchise besar seperti Assassin's Creed, Far Cry, dan Ghost Recon. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, terasa sekali kejenuhan dalam pola gameplay dan cerita. Game-game tersebut seakan hanya di-copy paste dengan kulit baru, tanpa inovasi berarti.
Ketika pemain merasa semua game Ubisoft terasa sama, wajar saja jika mereka mulai beralih ke kompetitor.
Arah ke Depan: Apakah Terlambat untuk Berubah?
Ubisoft masih punya kesempatan untuk bangkit — tapi hanya jika mereka mau mendengar komunitas, memperbaiki kualitas produk, dan mengambil risiko kreatif yang nyata. Jika tidak, sangat mungkin prediksi kebangkrutan akan menjadi kenyataan, dan dunia game akan kehilangan salah satu nama besarnya.