Sosok 3 Peneliti Indonesia di Balik Penemuan Rafflesia *Hasseltii* yang Tak Disebut Oxford
Penemuan bunga langka **Rafflesia *hasseltii*** di hutan hujan Sumatra, tepatnya di Hiring Batang Somi, Kecamatan Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat, pada Rabu (19/11/2025), sontak menarik perhatian publik Indonesia. Momen penemuan tersebut viral di berbagai platform media sosial, terutama setelah salah satu anggota tim menangis tersedu melihat bunga yang selama 13 tahun ia cari akhirnya ditemukan.
Temuan ini adalah hasil kerja empat peneliti lintas institusi, yakni Dr. Chris Thorogood dari University of Oxford, sertatiga peneliti asal Indonesia. Namun, yang kemudian menjadi sorotan adalah publikasi University of Oxford yang hanya mencantumkan nama Chris Thorogood, tanpa menyebut ketiga peneliti Indonesia yang turut berperan besar dalam ekspedisi tersebut.
Kondisi ini memicu diskusi luas dan kritik dari berbagai tokoh nasional. Salah satunya datang dari mantan Gubernur DKI Jakarta, **Anies Baswedan**, yang melalui akun X (Twitter) menegur Oxford karena tidak mengakui kontribusi tiga ilmuwan Indonesia tersebut.
> “Yang terhormat @UniofOxford, para peneliti Indonesia kami — Joko Witono, Septi Andriki, dan Iswandi — bukanlah NPC. Sebutkan juga nama mereka,” tulis Anies dalam unggahannya, Minggu (23/11/2025), dilansir dari pernyataannya di X.
Lalu, siapa sebenarnya tiga peneliti Indonesia yang berada di balik penemuan penting ini?
---
## **1. Joko Witono — Peneliti Senior BRIN**
**Dr. Joko Ridho Witono, M.Sc.**, adalah salah satu sosok kunci dalam ekspedisi ini. Ia merupakan peneliti di **Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)** yang tergabung dalam Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, khususnya Kelompok Riset Monokotil.
BRIN telah mengonfirmasi bahwa Joko adalah bagian dari tim resmi yang melakukan studi terkait Rafflesia *hasseltii*. Ia juga terlibat dalam proyek kolaboratif **The First Regional Pan-Phylogeny for Rafflesia**, sebuah riset besar yang menyusun hubungan kekerabatan genetik seluruh jenis Rafflesia di Asia Tenggara.
Beberapa fokus riset yang pernah atau masih ia jalankan antara lain:
* Keanekaragaman umbi-umbian lokal di Maluku
* Biosistematika famili Araceae, Musaceae, dan Zingiberaceae
* Riset floristik Wallacea
* DNA barcoding bambu di Kepulauan Sunda Kecil
* Studi konservasi keanekaragaman tanaman di Sulawesi dan Maluku
Rangkaian penelitian ini turut didukung oleh **Oxford Botanic Garden and Arboretum** serta **Program RIIM Ekspedisi**.
Joko menjelaskan bahwa temuan terbaru ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan jenis Rafflesia terbanyak di dunia. Dari 16 jenis yang tercatat, tim BRIN telah berhasil mengumpulkan 13 sampel untuk dianalisis DNA-nya. Menurut Joko, hal ini menjadi langkah penting dalam memastikan pelestarian Rafflesia di habitat alaminya.
---
## **2. Septian Andriki (Deki) — Aktivis Konservasi dan Mantan Guru SD**
Nama yang paling menghentak publik adalah **Septian Andriki**, atau akrab disapa **Deki**. Dialah sosok yang menangis haru dalam video viral penemuan Rafflesia *hasseltii*. Selama **13 tahun**, Deki menyusuri rimba Sumatra untuk menemukan spesies yang menjadi obsesinya sejak 2013.
Perjalanan menemukan bunga ini bukanlah hal sepele. Dalam ekspedisi terakhir, ia menempuh lebih dari **20 jam perjalanan**, ditambah trekking kaki selama sekitar **3 jam**, menyusuri medan berat pedalaman Sumatera.
Deki bukan akademisi formal—ia dulunya adalah **guru olahraga** di sekolah dasar. Kecintaannya pada Rafflesia justru bermula dari hal sederhana: keinginan menjelaskan kepada murid-muridnya bahwa Rafflesia bukanlah bunga bangkai (Amorphophallus), meski sering disalahpahami.
Melalui eksplorasi kecil-kecilan bersama pemuda Karang Taruna, Deki perlahan menemukan sejumlah habitat Rafflesia. Dari sanalah ia meninggalkan profesi mengajar dan menjadi aktivis konservasi sekaligus pemandu lapangan.
Kolaborasinya dengan Chris Thorogood bermula dari **DM Instagram** pada masa pandemi 2019. Dari percakapan sederhana itu, hubungan riset lintas negara ini terbentuk hingga akhirnya mereka bersama-sama melakukan ekspedisi ekstrem di Sumpur Kudus.
Setelah temuan ini viral, Deki menjadi salah satu representasi penting tentang bagaimana dedikasi masyarakat lokal bisa sebanding dengan ilmuwan profesional.
---
## **3. Iswandi — Penjaga Hutan Nagari Sumpur Kudus**
Sosok ketiga adalah **Iswandi**, anggota **Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sumpur Kudus**. Ia adalah figur yang memahami medan hutan Sumatera Barat secara mendalam—dari jalur satwa liar hingga lokasi habitat flora langka.
Meski tidak banyak informasi publik tentang dirinya, perannya krusial dalam ekspedisi ini. Dia yang membuka jalur, memandu tim melewati kawasan yang sering dilintasi satwa besar seperti harimau Sumatra, serta membantu proses pengamatan dan dokumentasi lapangan.
Kontribusi Iswandi menjadi bukti kuat bahwa **pengetahuan lokal** memegang peranan besar dalam keberhasilan penelitian ilmiah, terutama di ekosistem liar yang kompleks seperti hutan Sumatra.
---
# **Penutup**
Viralnya kasus ini bukan hanya soal bunga langka yang ditemukan, tetapi juga tentang **pengakuan**. Penelitian sains seharusnya mengapresiasi semua pihak yang terlibat—mulai dari ilmuwan, teknisi, hingga penjaga hutan yang memandu perjalanan.
Ketiga peneliti Indonesia ini menunjukkan bahwa kontribusi mereka bukan hanya signifikan, tetapi esensial dalam keberhasilan ekspedisi. Publik berharap University of Oxford mengambil langkah untuk meluruskan atribusi dan memberikan penghargaan yang layak bagi mereka.