Pemerintah resmi memberikan peluang kepada organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan untuk mendapatkan izin pengelolaan tambang mineral maupun batubara. Kebijakan ini tertuang dalam regulasi terbaru yang menetapkan bahwa badan usaha milik ormas keagamaan dapat mengajukan izin wilayah tambang hingga maksimal 25 ribu hektare untuk mineral dan 15 ribu hektare untuk batubara. Aturan ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari perubahan kebijakan sektor pertambangan yang sebelumnya telah diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan mineral dan batubara.
Melalui regulasi tersebut, pemerintah menegaskan bahwa ormas keagamaan memiliki kesempatan yang sama dengan pelaku usaha lainnya untuk terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah beralasan bahwa langkah ini dapat memperluas partisipasi masyarakat, sekaligus membuka peluang peningkatan pendapatan bagi ormas yang selama ini berperan dalam pendidikan, sosial, dan keagamaan. Dengan adanya kesempatan ini, ormas dapat membentuk badan usaha tertentu yang nantinya mengajukan izin resmi untuk mengelola konsesi tambang yang ditawarkan.
Meski demikian, kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Sebagian ormas menyambut baik kesempatan tersebut dan menilai bahwa pengelolaan tambang dapat menjadi sumber pemasukan baru untuk mendukung kegiatan sosial mereka. Namun, tidak sedikit juga yang menolak atau meragukan kebijakan tersebut. Sejumlah kelompok menilai bahwa dunia pertambangan memiliki risiko besar terhadap lingkungan, potensi konflik, hingga masalah tata kelola yang kompleks. Karena itu, beberapa ormas menyatakan bahwa mereka tidak tertarik atau memilih untuk tidak terlibat dalam pengelolaan tambang.
Di sisi lain, kelompok masyarakat sipil mengingatkan bahwa keterlibatan ormas keagamaan dalam sektor tambang bisa memunculkan konflik kepentingan dan masalah transparansi. Mereka menilai bahwa ormas lebih tepat fokus pada fungsi sosial dan keagamaan, bukan mengelola industri ekstraktif yang rawan problem lingkungan dan ekonomi. Pemerintah sendiri menegaskan bahwa seluruh proses perizinan tetap melalui kajian teknis dan administratif yang ketat, sehingga hanya badan usaha yang memenuhi standar yang dapat diberikan izin resmi.
Perdebatan mengenai kebijakan ini terus berlangsung di tengah publik. Sebagian melihatnya sebagai langkah baru untuk pemerataan manfaat sumber daya alam, sementara sebagian lainnya menganggap kebijakan tersebut berisiko menimbulkan ketimpangan baru. Meski begitu, pemerintah memastikan bahwa aturan ini tetap berjalan sambil terus dipantau, dengan tujuan agar pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan tetap sesuai koridor hukum, berkelanjutan, dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat luas.