Umum

Mengapa Tren AI di Indonesia Mulai Menurun Meski Teknologinya Makin Canggih

Insan Bablast
4 November 2025
1 menit membaca
Mengapa Tren AI di Indonesia Mulai Menurun Meski Teknologinya Makin Canggih
Bagikan:

Mengapa Tren AI di Indonesia Mulai Menurun Meski Teknologinya Makin Canggih

Beberapa tahun terakhir, teknologi Artificial Intelligence (AI) sempat jadi bintang utama di dunia digital Indonesia. Dari pembuatan konten otomatis, customer service berbasis chatbot, sampai analisis data bisnis — semuanya berlomba-lomba menyebut diri mereka “pakai AI”.
Namun kini, tren itu mulai terasa menurun. Antusiasme publik tak lagi seramai dulu, meski teknologinya justru semakin canggih.

Kenapa bisa begitu? Berikut analisis penyebabnya.


1. Efek “Hype” yang Sudah Lewat

Saat ChatGPT, Midjourney, dan berbagai tool AI pertama kali viral, banyak orang melihatnya seperti keajaiban baru. Semua orang ingin coba, ingin eksplor, ingin jadi yang pertama tahu.
Tapi seperti tren digital lain, fase hype tidak bertahan lama.
Ketika masyarakat mulai terbiasa, AI tak lagi terlihat “ajaib”. Orang tidak lagi membicarakan kehebatannya, tapi lebih fokus pada hasil nyata yang didapat.


2. Banyak Pengguna Gagal Mendapatkan Manfaat Nyata

Banyak pengguna awal AI di Indonesia mencoba berbagai tools tanpa arah yang jelas — hanya ikut tren.
Misalnya: membuat konten pakai AI tanpa strategi, atau bikin chatbot tanpa benar-benar memahami alur bisnisnya.
Akibatnya, hasilnya tidak sesuai harapan dan muncul kesan bahwa “AI itu ribet” atau “nggak terlalu berguna”.

Padahal, masalahnya bukan di AI-nya, tapi pada cara penggunaan yang belum tepat sasaran.


3. Kurangnya Edukasi dan Pendampingan

Masih banyak pelaku bisnis kecil yang belum paham bagaimana mengintegrasikan AI ke sistem mereka.
Tanpa bimbingan, AI justru terlihat rumit — apalagi kalau semua istilahnya dalam bahasa teknis seperti machine learning, automation, atau natural language processing.

Akhirnya, banyak yang menyerah lebih dulu sebelum melihat manfaatnya.
Di sisi lain, pelatihan AI di Indonesia masih terbatas dan belum banyak yang membahas penerapan praktis untuk UMKM atau pekerja harian.


4. Terlalu Banyak Tools, Tapi Fungsinya Mirip

Saat ini ada ribuan aplikasi AI, tapi sebagian besar hanya menawarkan fitur serupa dengan tampilan berbeda.
Kondisi ini menciptakan kejenuhan pasar. Pengguna bingung harus pilih yang mana, dan akhirnya tidak menggunakan salah satu pun.

Fenomena ini mirip dengan masa awal ledakan aplikasi edit foto — banyak pilihan, tapi sedikit yang benar-benar dipakai lama.


5. Ketakutan akan Isu Privasi dan Keamanan Data

Sebagian masyarakat mulai sadar bahwa banyak aplikasi AI membutuhkan akses ke data pribadi — termasuk teks, gambar, bahkan percakapan bisnis.
Ketakutan bahwa data akan disalahgunakan membuat sebagian pengguna mulai menjauh.
Apalagi di Indonesia, literasi digital tentang keamanan data AI masih belum kuat.


6. Faktor Ekonomi dan Prioritas

Bagi banyak pelaku usaha, apalagi UMKM, biaya langganan tools AI dianggap belum terlalu penting dibanding kebutuhan utama seperti pemasaran atau operasional.
Jadi meski mereka tahu AI bisa membantu, adopsinya tertunda karena alasan biaya dan prioritas bisnis.


7. Perubahan Pola Tren Digital di Media Sosial

Tren media sosial juga berpengaruh besar.
Di awal 2023, konten seputar AI mendominasi FYP dan headline media. Tapi di 2025, algoritma platform mulai mendorong topik baru seperti micro-influencer marketing, kreator lokal, dan bisnis organik.
Akibatnya, pembicaraan tentang AI berkurang secara alami — bukan karena teknologinya menurun, tapi karena topik baru lebih menarik perhatian publik.


8. AI Kini Sudah Menyatu, Bukan Sekadar Tren

Fakta menariknya: meski “trennya” menurun, penggunaan AI justru meningkat secara diam-diam.
AI kini sudah menyatu di banyak platform: dari fitur smart reply di WhatsApp Business, rekomendasi produk di e-commerce, hingga analitik iklan di media sosial.

Dengan kata lain, AI sudah bertransformasi dari tren menjadi infrastruktur.
Kita mungkin tak lagi membicarakan “AI itu keren”, tapi kita memakainya setiap hari tanpa sadar.


Kesimpulan

Turunnya tren AI di Indonesia bukan karena teknologinya gagal, tapi karena masyarakat mulai masuk ke fase maturitas.
AI bukan lagi sesuatu yang “wah”, tapi jadi bagian dari rutinitas.
Tantangan berikutnya bukan membuat orang penasaran, tapi membuat mereka benar-benar paham cara memanfaatkannya.

Dan di sinilah masa depan AI di Indonesia akan ditentukan — bukan oleh hype, tapi oleh manfaat nyata yang bisa dirasakan.

Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.