
Mark Zuckerberg: Visionary Pendiri Facebook dan Perjalanan Menuju Metaverse
Mark Zuckerberg, nama yang tak asing dalam dunia teknologi, dikenal sebagai pendiri Facebook (kini Meta Platforms, Inc.)—salah satu platform media sosial terbesar di dunia. Dari mahasiswa Harvard yang jenius hingga CEO perusahaan teknologi raksasa, perjalanan Zuckerberg penuh dengan inovasi, kontroversi, dan visi masa depan yang ambisius. Artikel ini mengeksplorasi kehidupan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi pria yang mengubah cara manusia berinteraksi secara digital.
---
Masa Kecil dan Bakat Teknologi
Lahir pada 14 Mei 1984 di White Plains, New York, Mark Elliot Zuckerberg adalah anak dari Edward Zuckerberg (seorang dokter gigi) dan Karen Kempner (psikiater). Minatnya pada pemrograman komputer muncul sejak usia dini. Di sekolah menengah, ia menciptakan Synapse, program kecerdasan buatan yang merekomendasikan musik sesuai preferensi pengguna. Kecerdasannya menarik perhatian perusahaan seperti Microsoft dan AOL, yang menawarinya pekerjaan—namun ia memilih melanjutkan pendidikan di Harvard University pada 2002.
---
Lahirnya Facebook
Selama kuliah di Harvard, Zuckerberg meluncurkan Facemash (2003), situs yang membandingkan foto mahasiswa dan memicu kontroversi karena dianggap melanggar privasi. Meski ditegur kampus, proyek ini menjadi cikal bakal Facebook. Pada Februari 2004, bersama teman sekamar Eduardo Saverin, Andrew McCollum, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes, Zuckerberg meluncurkan TheFacebook—platform jejaring sosial eksklusif untuk mahasiswa Harvard. Dalam hitungan bulan, situs ini merambah kampus-kampus lain di AS dan akhirnya terbuka untuk publik global pada 2006.
Pada 2007, Zuckerberg memutuskan drop out dari Harvard untuk fokus mengembangkan Facebook. Pada 2012, perusahaan tersebut melantai di bursa saham NASDAQ dengan valuasi mencapai $104 miliar, menjadikan Zuckerberg miliarder termuda dalam sejarah saat itu.
---
Ekspansi dan Kontroversi
Sebagai CEO, Zuckerberg memimpin akuisisi strategis seperti Instagram (2012), WhatsApp (2014), dan Oculus VR (2014). Langkah ini memperluas dominasi Facebook di ranah sosial media, pesan instan, dan teknologi virtual reality.
Namun, kepemimpinannya tidak lepas dari kritik. Skandal Cambridge Analytica (2018) mengungkap kebocoran data 87 juta pengguna untuk manipulasi politik. Facebook juga dituduh lamban menangani misinformasi, ujaran kebencian, dan pelanggaran privasi. Pada 2021, perusahaan ini menghadapi tuntutan antitrust dari pemerintah AS terkait praktik monopoli.
---
Filantropi dan Chan Zuckerberg Initiative
Di luar bisnis, Zuckerberg dan istrinya, Priscilla Chan, aktif dalam filantropi. Pada 2015, mereka mendirikan Chan Zuckerberg Initiative (CZI), organisasi nirlaba yang berfokus pada pendidikan, penelitian ilmiah, dan kesehatan global. CZI berkomitmen menyumbangkan 99% saham Facebook mereka (senilai puluhan miliar dolar) untuk tujuan kemanusiaan.
---
Rebranding ke Meta dan Visi Metaverse
Pada Oktober 2021, Zuckerberg mengumumkan rebranding Facebook Inc. menjadi Meta Platforms, Inc., menandai fokus baru pada pengembangan metaverse—dunia virtual yang menggabungkan augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan internet 3D. Meski menuai skeptisisme, Zuckerberg yakin metaverse akan menjadi evolusi berikutnya dalam berinteraksi, bekerja, dan bermain secara digital.
---
Warisan dan Pengaruh Global
Zuckerberg telah mengubah landscape komunikasi global. Facebook menghubungkan lebih dari 3 miliar pengguna, namun juga memicu debat tentang etika teknologi, demokrasi, dan mentalitas pengguna. Meski dianggap sebagai visioner, reputasinya tercoreng oleh berbagai skandal.
Bagaimanapun, inovasinya terus mendorong batas-batas teknologi. Pada usia 39 tahun, Zuckerberg tetap menjadi figur sentral yang menentukan arah masa depan digital.
---
Penutup
Mark Zuckerberg adalah sosok kompleks: jenius teknologi, entrepreneur visioner, sekaligus pemimpin yang kerap dikritik. Dari kamar asrama Harvard hingga metaverse, perjalanannya mencerminkan potensi dan risiko inovasi yang mengubah dunia. Sejarah akan mencatatnya sebagai pionir yang membawa manusia lebih dekat—namun juga mempertanyakan batas antara realitas dan virtual.